Pages

Senin, 05 April 2010

tes subjektif dan tes objektif

A.Soal Subyektif
Secara umum soal subyektif adalah pertanyaan yang menuntut peserta didik menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Maka dalam tes dituntut kemampuan peserta didik untuk menggeneralisasikan gagasannya melalui bahasa tulisan sehingga tipe soal subyektif lebih bersifat power test.
Jumlah soal-soal bentuk subyektif biasanya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah soal dalam waktu kurang lebih 90-120 menit. Soal-soal bentuk ini menuntut kemampuan peserta didik untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, dan menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki.

1.Bentuk Soal Subyektif
Bentuk soal subyektif dibedakan menjadi:
a.Pengerjaan soal
b.Latihan (exercise)
c.Membaca pemahaman
Bentuk soal ini menuntut peserta didik untuk hafal suatu pengertian kemudian menjelaskan dengan kalimat sendiri ketika menjawab setiap pertanyaan. Kadang peserta didik dituntut untuk memahami dua pengertian atau lebih kemudian memahami dan menyebutkan hubungannya. jadi dalam menjawab pertanyaan pemahaman peserta didik selain harus mengingat juga berfikir. Oleh karena itu pertanyaan pemahaman lebih tinggi daripada ingatan.
Contoh:
Adanya Topan di kepulauan Filipina selalu diikuti oleh curah hujan cukup besar di Pulau Jawa
SEBAB
Angin Pasat Tenggara tertarik ke Utara katulistiwa melalui Pulau Jawa, yang menambah banyaknya hujan.

d.Pertanyaan bebas
Bentuk pertanyaan diarahkan pada pertanyaan bebas dan jawaban testee tidak dibatasi, tergantung pada pandangan testee.
e.Pertanyaan terbatas
Pertanyaan pada ha-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan dapat dilihat dari segi: (1) ruang lingkupnya, (2) sudut pandang jawabannya, dan (3) indikatornya.
f.Pertanyaan terstruktur
Merupakan bentuk antara soal-soal objektif dan essay. Soal dalam bentuk ini merupakan serangkaian jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas jawabannya.
Sementara itu Kusuma (1993:55-58) membedakan bentuk soal obyektif sebagai berikut:
a.Karangan
Bentuk soal ini biasanya tidak ada pedoman serta batas-batas mengenai isinya dan mengenai apa saja yang diceritakan. Karangan ini hanya diajarkan dalam pelajaran bahasa. Contohnya yaitu mengarang indah atau mengarang bebas.
b.Essay Test
Tes yang berbentuk cerita. Bentuk essay ini umum dipergunakan di sekolah atau Perguruan Tinggi sejak dahulu hingga sekarang baik ulangan maupun tentamen harian maupun dalam ujian. Contohnya seperti pertanyaan yang menyangkut apakah, bandingkan, terangkan, jelaskan dan lain sebagainya.
c.Short-Answer-Tes
Tes yang jawabannya berbentuk kalimat pendek. Contohnya
1)Mengapa besi tenggelam dalam air?
2)Siapa presiden pertama Indonesia?

2.Kelebihan dan Kelemahan Soal Subyektif
a.Kelebihan
Diantara kelebihan dari tes subyektif adalah:
1)Mudah disiapkan dan disusun.
2)Peserta didik (testee) bebas menjawab.
3)Mendorong peserta didik (testee) melatih mengemukakan gagasan dalam kalimat yang baik
4)Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
5)Dapat mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah yang diujikan.
b.Kelemahan
1)Kurang efektif untuk materi yang scopnya luas
2)Kurang representative dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soal jumlahnya terbatas.
3)Baik-buruk tulisan, panjang pendek, tidak sama jawaban menimbulkan evaluasi dan penskoran kurang objektif
4)Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dalam melakukan penilaian.
5)Koreksi memerlukan waktu dan ketelitian dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.

3.Petunjuk Penyusunan Soal Subyektif
Suharsimi (2003) menguraikan beberapa petunjuk penyusunan soal tes subyektif, yaitu:
a.Hendaknya soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan, dan diusahakan soal bersifat komprehensif.
b.Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau catatan.
c.Pada waktu menyusun soal sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya.
d.Hendaknya diusahakan agar pertanyaannya bervariasi antara “Jelaskan”, “Mengapa”, “Bagaimana”, Seberapa jauh” agar dapat diketahui lebih jau penguasaan peserta didik terhadap bahan.
e.Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami.
f.Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dekehendaki oleh penyususn tes. Untuk ini pertanyaan harus spesifik.


B.Soal Objektif
Tes ini lebih baru dari test essay, tetapi tes ini banyak digunakan dalam menilai hasil belajar disekolah-sekolah. Hal ini disebabkan antara lain karena luasnya bahan pelajaran yang dapat dicapai dalam tes dan mudahnya menilai jawaban testee. Tes ini dikategori selalu menghasilkan nilai yang sama meskipun yang menilai guru yang berbeda atau guru yang sama pada waktu yang berbeda. Tes objektif lebih dikategori pada speed tests.

1.Bentuk Soal Subyektif
Bentuk-bentuk soal subyektif adalah sebagai berikut:
a.Tru-false (benar-salah)
Pertanyaannya berupa kalimat-kalimat pernyataan yang mengandung dua kemungkinan benar-salah. Peserta didik diminta untuk menentukan kalimat yang mana yang dianggap benar dan salah.
Contoh:
Berilah tanda B jika pernyataan benar, dan tanda S jika pernyataan salah!
1)Ibu kota propinsi jawa timur adalah Surabaya (B)
2)Kesenian Reog adalah kesenian yang berasal dari Jawa Barat (S)
b.Matching-test (menjodohkan)
Tes ini terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama berisi kata-kata pertanyaan, di mana kata-kata ini memiliki jodoh atau pasangan pada kelompok kedua. Tugas testee ialah menjodohkan masing-masing kata atau pertanyaan tersebut dari kelompok satu dan kelompok ke dua.
Contoh:
Pasangkanlah pernyataan yang ada pada lajur kiri dengan yang ada pada lajur kanan dengan cara menarik garis pada titik yang ada pada lajur kiri ke titik yang ada pada lajur kanan!
1)Ibu kota Jepang Jakarta
2)Ibu kota Rusia Tokyo
3)Ibu kota Indonesia Moskow
c.Fill-in test (test isian)
Test testee diminta untuk mengisi kalimat yang masih kosong. Kadang-kadang berupa cerita, bagian yang penting dihilangkan. Testee diminta untuk mengisi bagian yang kosong tersebut.
Contoh:
Pada tanggal ……….. republik Indonesia menyatakan kemerdekaan.
Jawaban : 17 Agustus 1945
d.Multiple choice (pilihan ganda)
Tes pilihan ganda menyediakan 3,4,5 alternatif jawaban untuk setiap pertanyaan. Untuk itu peserta didik (testee) diminta memilih satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda khusus dari alternatif jawaban tersebut.
Contoh:
Pendiri Organisasi Muhammadiyah adalah …
a. KH. Ahmad Dahlan b. KH. Muhammad Mansur
c. KH. A. Azhar Basyir d. KH. AR. Fachrudin.
Persoalan yang dihadapi pembuat soal pilihan ganda adalah untuk menyediakan sejumlah jawaban yang baik memang sukar, antara lain jangan sampai jawaban yang benar itu begitu menyolok, sehingga peserta didik cenderung mudah menebak untuk memilih jawaban tersebut. Selain itu, juga membuat “pengecoh” soal sehingga tidak mudah ditebak oleh peserta didik. Maka untuk menghindari itu sebaiknya jawaban sedikitnya antara 4 atau 5 dan jawaban masing pertanyaan hendaknya dibuat variasi dan jangan konstan jawabannya.

2.Kelebihan dan Kelemahan Soal Obyektif
a.Kelebihan
Diantara kelebihan dari test objektif adalah:
1)Menilai bahan pelajaran scopnya luas
2)Jawaban bebas terpimpin
3)Dinilai secara objektif
4)Pemeriksaan mudah, dan cepat.
b.Kekurangan
Diantara kelemahan dari test obyektif adalah:
1)Kurang memberi kesempatan menyatakan gagasan
2)Testee mencoba-coba, spikulasi
3)Memerlukan ketelitian, waktu cukup lama
4)Kurang ekonomis
C.Langkah Penyusunan (Penulisan) Soal Evaluasi
Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menyusun alat evaluasi hasil belajar adalah:
1.Menentukan Tujuan
Dalam program pengajaran tujuan yang menjadi sasaran dari hasil belajar tertuang dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Maka langkah-langkah menyusun soal adalah:
a.Soal disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan.
b.Memperhatikan aspek kognitif, afektif, psikomotorik
c.Tentukan abiliti yang diukur atau soal mampu mengungkap kemampuan dalam abiliti tersebut.
d.Tentukan materi yang akan ditanyakan dan tuangkan dalam bentuk kisi-kisi soal.
2.Menyusun Kisi-kisi Soal
Agar soal tes yang kita susun tidak menyimpang dari bahan (materi) serta aspek yang akan diungkapkan dalam tes, maka perlu dibuat sebuah tabel spesifikasi atau kisi-kisi. Kisi-kisi soal adalah sebuah tabel yang memuat perincian materi dan tingkah laku beserta imbangan atau proporsi yang dihendaki oleh penilai atau guru. Dalam kisi-kisi akan dicantumkan bahan pengajaran yang hendak diukur, jenis kompetensi yang akan diukur, jumlah soal, bentuk soal, taraf kesukaran maupun waktu yang cocok untuk melakukan ujian.
Contoh tabel kisi-kisi soal :

3.Penulisan soal
Penulisan soal merupakan salah satu langkah penting untuk dapat menghasilkan tes yang baik. Dalam menulis soal perlu diperhatikan karakteristik yang diuraikan dalam kisi-kisi soal.
4.Review dan Revisi soal
Review dan revisi soal pada prinsipnya adalah upaya untuk memperoleh informasi mengenai sejauh mana suatu soal telah berfungsi dan telah memenuhi kaidah-kaidah yang ditetapkan. Review dan revisi idealnya dilakukan oleh orang lain (bukan penulis soal) dan terdiri dari suatu tim penelaah yang terdiri atas ahli-ahli materi pengukuran (evaluasi) dan bahasa.
5.Uji Coba
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi empirik mengenai sejauh mana sebuah soal dapat mengukur apa yang hendak diukur. Informasi empirik tersebut menyangkut validitas soal.
6.Perakitan
Sebagai tindak lanjut dari ujicoba soal, maka soal yang dianggap sudah baik dapat dirakit sesuai dengan kebutuhan tes. Yang harus diperhatikan dalam perakitan soal adalah penyebaran soal, penyebaran tingkat kesukaran, daya pembeda, dan lay out tes.
7.Penyajian
Hal yang perlu diperhatikan adalah administrasi penyajian tes antara lain petunjuk pengerjaan, cara menjawab, alokasi waktu yang disediakan, ruangan, tempat duduk peserta didik, dan pengawasan.
8.Koreksi essay test dan skoring
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi kuantitatif dari masing-masing peserta didik. Untuk mengoreksi soal essay merupakan hal yang sulit, karena selain harus membaca satu persatu lembar jawaban, juga jawaban yang panjang dan kadang berbelit-belit, juga tulisan yang sulit dibaca. Selain itu juga subjektivitas guru sering berpengaruh dalam mengekoreksi essay test. Untuk itu, ada cara pemeriksaan sebagai berikut :
a.Usaha membuat “kunci jawaban” soal.
b.Tentukan masing-masing bobot soal atau gunakan sistem bobot
c.Ada dua langkah melakukan koreksi :
1.Koreksi semua jawaban satu persatu peserta didik dan diberi skor,
2. Koreksi nomor per nomor, untuk semua peserta didik dan diberi skor
d.Skoring: gunakan skala 1-10 atau 10-100.
e.Guru (tester), usahakan jangan memberikan angka nol untuk tiap soal.

9.Pelaporan
Laporan diberikan kepada peserta didik, orang tua, dan seluruh elemen yang berkepentingan dalam tes tersebut. Laporan dapat digunakan untuk menentukan kebijakan selanjut.
10.Pemanfaatan
Informasi hasil pengukuran dapat dimanfaatkan untuk perbaikan atau penyempurnaan sistem, proses atau kegiatan belajar mengajar, maupun sebagai data untuk mengambil keputusan atau menentukan kebijakan.

D.Mengukur Tingkat Kesukaran Soal
Dalam mengukur tingkat kesukaraan soal dapat digunakan rumus sebagai berikut.
Rumus “IK”:

Keterangan :
IK = Indeks Kesukaran
B = Jumlah Soal yang Benar
N = Kelompok Testee

Besarnya IK suatu butir soal berkisar antara 0,0 S/D 1,0 IK. IK = 0,0 menunjukkan bahwa tidak seorangpun dari testee dapat menjawab secara benar dalam arti soal tersebut masuk dalam kategori soal yang sukar. Jika IK = 1,0 hal ini berarti seluruh testee dapat menjawan secara benar dalam arti soal tersebut masuk dalam kategori soal yang mudah.

Daftar Rujukan

Arikunto, S. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta

Hujair, AH. 1998. Teknik Menyusun Alat Evaluasi Belajar Mata Belajaran Al Islam dan Bahasa Arab. Makalah disampaikan pada acara pembinaan guru Madarasah Mu’alimat Muhammadiyah Perguruan 6 Tahun pada Sabtu, 26 September 1998

Indrakusuma, A. D. 1993. Evaluasi Pendidikan dan Penilaian Hasil-Hasil Belajar. IKIP Malang

Purwanto, Adi. 2007. Panduan Penulisan Soal Tertulis. Materi makalah disampaikan pada Pelatihan Guru SD Luqman Hakim Surabaya pada tanggal 23 Mei 2007.

akuntabilitas dalam pengawasan di sekolah

  1. Pengertian Akuntabilitas dalam Pengawasan di sekolah

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewajiban untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

Jadi, kalau disimpulkan akuntabilitas adalah kemampuan sekolah mempertanggungjawabkan kepada publik segala sesuatu mengenai kinerja yang diperoleh sebagai hasil partisipasi dari stakeholders (Kande,2010).

  1. Akuntabilitor dalam Pengawasan di Sekolah

Menurut Afonso (2008) di dalam menjalankan akuntabilitas, para akuntabilitor harus bertanggung jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan. Para akuntabilitor itu meliputi:

  1. Pemerintah (eksekutif dan legislatif) sebagai penentu kebijaksanaan dan sebagai

  2. Pembina

  3. Pemilik dan pengelola perguruan tinggi

  4. Lembaga akreditasi

  5. Masyarakat


  1. Tujuan dan Peran Akuntabilitas dalam Pengawasan di Sekolah

Menurut Slamet (2001:6) menyatakan bahwa tujuan utama akuntabilitas dalam pengawasan pendidikan di sekolah adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.

Selain itu, tujuan lain dari akuntabilitas adalah menilai kinerja sekolah dan kepuasaan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.

Sedangkan peran akuntabilitas yaitu harus ditujukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik ketimbang untuk memenuhi standar minimum, Akuntabilitas harus dilakukan atas dasar kebanggaan bukan ketakutan

  1. Tipe-Tipe Akuntabilitas dalam Pengawasan di Sekolah

Terdapat dua tipe akuntabilitas, yaitu: akuntabilitas eksternal dan akuntabilitas internal. Keduanya memiliki ciri yang berbeda, ini disebabkan oleh karena titik tolak kedunya berbeda. Akuntabilitas eksternal didasarkan manajemen hirarkis, sedangkan akuntabilitas internal didasarkan pada tanggung jawab profesional, dengan melekat sebuah konsep agen moral.

Oleh karena pendasaran kedua jenis akuntabilitas ini berbeda, maka hal-hal yang diperlihatkanpun berbeda. Misalnya, akuntabilitas eksternal memiliki kepercayaan yang rendah, sedangkan pada akuntabilitas internal justru sebaliknya memiliki kepercayaan yang tinggi. Selanjutnya dari segi tanggung jawab, pada akuntabilitas eksternal terdapat kontrol yang hirarkis, sedangkan pada akuntabilitas internal tanggung jawab professional didelegasikan. Dari segi pelaksanaan tugas, pada akuntabilitas eksternal terikat pada kontrak, sedangkan akuntabilitas internal menekankan pada komitmen, loyalitas, rasa memiliki, dan kecakapan. Akuntabilitas eksternal memperlihatkan proses formal dalam pelaporan dan perekaman untuk manajamen hirarkhis, sedangkan dalam akuntabilitas internal akuntabel banyak konstituen. Dalam akuntabilitas eksternal kurang mengutamakan peran moral, ketimbang etika kebiasan, dan etika struktur.

Sedangkan jenis akuntabilitas internal peran moral tinggi sehingga pertimbangannya matang dan memiliki kebebasan untuk bertindak.
Kedua jenis akuntabilitas di atas memiliki pendasaran yang sangat berbeda. Kalau akuntabilitas eksternal pengaruh faktor luar sangat besar, di sisi lain faktor dalam sangat lemah. Sebaliknya pada akuntabilitas internal faktor dari dalam diri lebih kuat ketimbang faktor luar. Kekuatannya terletak pada motivasi dan komitmen individu untuk melaksanakan akuntabilitas organisasi.

  1. Cakupan Akuntabilitas di Sekolah

Menurut Tadjudin (2008) bahwa cakupan akuntabilitas pengawasan di sekolah meliputi:

  1. Kepemimpinan

  1. Integritas

  2. Sistem nilai yang tinggi

  3. Meritokrasi

  4. Memuaskan pelanggan

  5. Akuntabilitas

  6. Keterbukaan

  1. Rencana strategik

  1. Pengembangan strategik

  2. Optimasi penggunaan sumber daya

  3. Pengembangan sdm

  4. Rencana pengembangan mutu

  5. Pengembangan jejaring dengan dunia usaha dan industri

  1. Relevansi dengan kebutuhan pelanggan

  1. Asesmen kebutuhan dan harapan mahasiswa sekarang dan di masa akan datang

  2. Asesmen kebutuhan dan harapan pelanggan sekarang dan di masa akan datang

  3. Upaya mendekati kebutuhan dan harapan mahasiswa dengan kebutuhan dan harapan pelanggan



  1. Standar pendidikan

  1. Standar yang digunakan diumumkan kepada masyarakat

  2. Standar disusun untuk tiap jenjang pendidikan

  3. Telaah pakar (peer review) dan akreditasi secara berkala terhadap standar yang digunakan

  4. Hasil benchmarking

  1. Proses pembelajaran

  1. Rancangan pembelajaran

  2. Kegiatan belajar mengajar

  3. Sarana pendukung pembelajaran

  1. Sistem informasi dan cara analisis

  1. Pengumpulan dan pengolahan informasi/data baik dari dalam maupun dari luar

  2. Analisis kinerja berbagai program yang ada dan dibandingkan dengan lembaga sejenis lain (benchmarking)

  1. Pengembangan sumberdaya manusia

  1. Sistem kerja dan remunerasi

  2. Program pengembangan sdm

  3. Kesejahteraan dan kepuasan staf

  1. Hasil pembelajaran

  1. Efisiensi dan produktivitas

  2. Kinerja mahasiswa

  3. Kepuasan mahasiswa dan pelanggan


  1. Upaya–Upaya Peningkatan Akuntabilitas dalam Pengawasan di Sekolah

Bagaimanapun juga pengelolaan MBS mensyaratkan akuntabilitas yang tinggi, oleh karena itu perlu ada upaya nyata sekolah untuk mewujudkannya. Menurut Slamet (2001:6-7) ada delapan hal yang harus dikerjakan oleh sekolah untuk peningkatan akuntabilitas:

  1. Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk mekanisme pertanggungjawaban.

  2. Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.

  3. Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan kepada publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran.

  4. Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah dan disampaikan kepada stakeholders.

  5. Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan dan menyampaikan hasilnya kepada publik/stakeholders diakhir tahun.

  6. Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan publik.

  7. Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang akan memperoleh pelayanan pendidikan.

  8. Memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen baru.

Jalal & Supriadi (2001) menyatakan bahwa upaya untuk mencapai akuntabilitas institusi memerlukan kurikulum yang relevan yang memperhitungkan kebutuhan masyarakat, kemampuan manajemen yang tinggi, komitmen yang kuat untuk mencapai keunggulan, sarana penunjang yang mamadai, dan perangkat aturan yang jelas dan dilaksanakan secara konsisten oleh institusi pendidikan yang bersangkutan.

  1. System Pengawasan Akuntabilitas di Sekolah

Dalam menjalankan pengawasan kita bisa menggunakan sistem. Dalam sistem ini kita dapat menggunakan berbagai fasilitas yang ada misal:

  1. SMS Corporate sebagai media perantara untuk menyampaikan aspirasi, keluhan jika ada pelanggaran dalam pelaksanaan sistem pendidikan yang dijalankan.

  2. atau dengan Via ONLINE (internet) yaitu dengan menulis berbagai keluhan dalam portal ini.

kemudian semua keluhan dan aspirasi akan di sampaikan kepada pihak yang berwenang seperti KOMITE Sekolah atau Dinas Pendidikan, KPK jika Ada tidakan korupsi. setelah itu Komite dan Dinas pendidikan yang akan menindak lanjutinya.

Keterbukaan atau transparansi akuntabilitas pengawasan pendidikan. Berarti memberikan akses/jalan kepada pihak luar untuk mengetahaui bagaimana sekolah menggunakan kepercayaan yang diberikan publik. Keterbukaan, diperlukan dalam rangka menciptakan kepercayaan timbal balik antarpemangku kepentingan melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Ini berhubungan dengan pertanggungjawaban untuk melaporkan, menjelaskan, dan membuktikan kebenaran dan kebermanfaatan sebuah kegiatan atau keputusan kepada pemangku kepentingan (Kande, 2008).

  1. Faktor-Faktor dalam Akuntabilitas

  1. Faktor Penghambat Akuntabilitas Disekolah

seorang pakar kebijakan pendidikan dalam Olssen (dalam Alfonso,2008) menyatakan bahwa dalam perspektif global, akuntabilitas dipengaruhi oleh kecenderungan manusia yang mengutamakan kebebasan. Kebebasan yang muncul secara baru (neoliberalisme) ikut mempengaruhi ketahanan moral orang dalam melaksanakan akuntabilitas.

  1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akuntabitas Disekolah

faktor yang mempengaruhi akuntabilitas terletak pada dua hal, yakni faktor sistem dan faktor orang. Sistem menyangkut aturan-aturan, tradisi organisasi. Sedangkan faktor orang menyangkut motivasi, persepsi dan nilai-nilai yang dianutnya mempengaruhi kemampuannya akuntabilitas. Kalau ditelisik lebih jauh faktor orang sendiri sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan produk dari masyarakat dengan budaya tertentu.

Beberapa indikator keberhasilan akuntabilitas adalah:

    1. Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah.

    2. Tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraanpendidikan di sekolah.

    3. Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.

Ketiga Indikator di atas dapat dipakai oleh sekolah untuk mengukur apakah akuntabilitas manajemen sekolah telah mencapai hasil sebagaiamana yang dikehendaki. Tidak saja publik merasa puas, tetapi sekolah akan mengalami peningkatan dalam banyak hal.

  1. Pelaksanaan Akuntabilitas di Sekolah

Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan manejemen sekolah mendapat relevansi ketika pemerintah menerapkan otonomi pendidikan yang ditandai dengan pemberian kewenangan kepada sekolah untuk melaksanakan manajemen sesuai dengan kekhasan dan kebolehan sekolah. Dengan pelimpahan kewenangan tersebut, maka pengelolan manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat yang adalah pemberi mandat pendidikan. Oleh karena manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat, maka penerapan akuntabilitas dalam pengelolaan merupakan hal yang tidak dapat ditunda-tunda.

Pelaksanaan prinsip akuntabilitas tiada lain agar para pengelola sekolah atau pihak-pihak yang diberi kewenangan mengelola urusan pendidikan itu senantiasa terkontrol dan tidak memiliki peluang melakukan penyimpangan untuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan prinsip ini mereka terus memacu produktifitas profesionalnya sehingga berperan besar dalam memenuhi berbagai aspek kepentingan masyarakat.

Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan antara pengelola sekolah dengan masyarakat. Sekolah dan orang tua siswa. Antara sekolah dan instansi di atasnya (Dinas pendidikan). Sedangkan akuntabilitas horisontal menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah. Antar kepala sekolah dengan komite, dan antara kepala sekolah dengan guru.

Pengelola sekolah harus mampu mempertanggungjawabkan seluruh komponen pengelolaan MBS kepada masyarakat. Komponen pertama yang harus melaksanakan akuntabilitas adalah guru. Mengapa, karena inti dari seluruh pelaksanaan manajemen sekolah adalah proses belajar mengajar. Dan pihak pertama di mana guru harus bertanggung jawab adalah siswa. Guru harus dapat melaksanakan ini dalam tugasnya sebagai pengajar.

Tujuan utama akuntabilitas dalam pengawasan pendidikan di sekolah adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik (Jalal,2001).















BAB III

PENUTUP



A. Kesimpulan

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewajiban untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

Tujuan utama akuntabilitas dalam pengawasan pendidikan di sekolah adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.

Terdapat dua tipe akuntabilitas, yaitu: akuntabilitas eksternal dan akuntabilitas internal. Keduanya memiliki ciri yang berbeda, ini disebabkan oleh karena titik tolak kedunya berbeda. Akuntabilitas eksternal didasarkan manajemen hirarkis, sedangkan akuntabilitas internal didasarkan pada tanggung jawab profesional, dengan melekat sebuah konsep agen moral.

Pelaksanaan prinsip akuntabilitas tiada lain agar para pengelola sekolah atau pihak-pihak yang diberi kewenangan mengelola urusan pendidikan itu senantiasa terkontrol dan tidak memiliki peluang melakukan penyimpangan untuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan prinsip ini mereka terus memacu produktifitas profesionalnya sehingga berperan besar dalam memenuhi berbagai aspek kepentingan masyarakat






DAFTAR RUJUKAN


Afonso, Almerindo Janela . 2009. Evaluation policies and accountability in education. Evaluasi Kebijakan dan Akuntabilitas dalam Pendidikan. Subsidies for an Ibero-American debate . Sísifo . Educational Sciences Journal , 9, pp. Subsidi untuk debat Ibero-Amerika. Sísifo. Educational Sciences Journal, 9, hal. 57-70. 57-70, (online), ( Retrieved [month, year] from http://sisifo.fpce.ul.pthttp://sisifo.fpce.ul.pt, diakses 2 Maret 2010)

Jalal, F. & Supriadi, D. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: AdiCita

Kande, F. 2008. Akuntabilitas dalam Manajemen Berbasis Sekolah, (Online), (http://akuntabilitas-dalam-manajemen-berbasis-sekolah.html, diakses 2 Maret 2010)

Slamet, P. 2005. Handout Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Depdiknas RI.

Tadjudin, M. K. 2008. Akuntabilitas untuk Hasil yang Lebih Baik dalam Pendidikan Tinggi, (online), (http://akuntabilitas+untuk+hasil+yang+lebih+baik+dalam+pendidikan+ tinggi.html, diakses 5 Maret 2010)